Ini Web/Blog Pribadi, dibuat sebagai catatan online agar tidak gampang hilang HOME

Aturan Sederhana Soal Jam Kerja

Oleh Teguh Arifiyadi

Saya membuat aturan sederhana soal jam kerja. Saya melarang tim saya punya habit bekerja lebih dari jam 8 malam atau mengadakan rapat di akhir pekan, kecuali jika terpaksa atau faktor eksternal yang tidak bisa dihindari. 



Pekerjaan kami tidak menuntut waktu yang ugal-ugalan, kami masih punya opsi untuk berhenti sebelum benar-benar lelah. Tubuh punya hak untuk istirahat, keluarga mereka di rumah juga punya hak untuk menikmati bercengkrama setelah pulang kerja.

.

Pekerjaan yang bisa diselesaikan dengan diskusi ringan di group, tidak perlu dijadikan bahan rapat berjam-jam. 


Sesuatu yang bisa diputuskan di level pelaksana, tidak perlu jadi bahan diskusi panjang di level manajerial. Mubadzir lah. 

.

Pengalaman saya, rapat lebih dari 3 jam per sesi itu efektifitasnya lebih rendah, kecuali rapat negosiasi yang membutuhkan keterampilan adu mulut dan debat kusir. 


Jika materi rapatnya banyak, kami bagi substansi pekerjaaan ke masing-masing anggota atau tim kecil. Setelah selesai, dikompilasi online, dan dibahas pada sesi rapat berikutnya.


Jika ada anggota tim saya punya habit kerja hingga tengah malam dan mengorbankan banyak akhir pekan, saya tidak memujinya sebagai pegawai yang berintegritas. 


Justru sebaliknya, bisa jadi ia termasuk tipikal pegawai yang gagal membuat perencanaan target dengan baik, tidak memiliki manajemen waktu yang bagus, dan tidak mampu mengelola SDM dengan baik. 


Jadi, jangan membanggakan itu.


Toh jika mereka sakit karena lelah bekerja, paling-paling saya hanya bisa ucapkan GWS, BPJS. Masih sakit juga? Saya bisa apa?


Biarlah para bos di teras sana yang bekerja melebihi jam kerja pada umumnya. Mereka punya tanggung jawab lebih besar dan tidak punya opsi yang lebih fleksibel seperti pegawai pada umumnya.


Para bijak bestari berseloroh, bahwa orang stres itu adalah orang yang mencari uang hingga stres, dan menghabiskan uangnya kembali untuk menghilangkan stressnya itu. 


Demikian juga dengan orang-orang yang mengorbankan kesehatannya demi uang, dan pada akhirnya, mereka mengorbankan uangnya demi mendapatkan kembali kesehatannya.


Kita tidak mau menjadi bagian dari orang-orang itu. Cara menikmati pekerjaan itu sama pentingnya dengan cara menikmati hidup. 


Secukupnya saja. Sunatullah, semua yang berlebihan itu lebih bayak mudharatnya.